Rabu, 26 Juni 2013

Meraih Prestasi

Prestasi. Kata yang memiliki delapan huruf ini selalu menempel dalam memori otak ku. Kata sederhana ini ditempel oleh Ibu ku ketika aku pulang ke rumah seminggu yang lalu. Aku termenung di dekat jendela kamar ku, bagaimana caranya aku dapat meraih prestasi itu? Sedangkan, sekarang aku mulai malas membaca buku pelajaran. Aku juga masih merasa bermimpi dapat bersekolah disini. Di daerah kelahiran ku, akan tetapi Ayah dan Ibu ku menetap di luar kota karena urusan pekerjaan. Jadi terpaksa aku menginap di asrama sekolah. Sejujurnya, aku tidak menyukai ini. Karena aku tergolong anak yang manja. Hehe.

Lamunan ku terbuyar ketika ada yang mengetuk pintu kamar ku. Aku beranjak dari tempat tidur ku dan berjalan menuju pintu.

“Huh, aku kira tadi Ibu asrama. Eh, ternyata kamu. Ada apa, Fin?” Tanya ku kepada Fina.

“Aku takut tidur di kamar, ta. Jadi, malam ini aku tidur di kamar kamu ya. Boleh kan?” Ucap Fina sambil kesusahan membawa bantal dan selimut dari kamarnya.

“Boleh dong. Ayo masuk.” Aku mempersilahkan Fina masuk ke kamar ku.

Fina adalah teman baru ku disini. Dia juga dari luar kota sama seperti ku. Jam tua yang ku bawa dari rumah sudah menunjukkan pukul 21.00. Saatnya tidur. Selamat malam dunia. Selamat malam prestasi yang belum ku temukan.

**

Pagi-pagi sekali aku sudah bangun. Ku lihat Fina masih mimpi indah di sebelah ku. Aku mencoba membangunkannya, karena ini sudah waktu Subuh. Namun Fina masih saja tidak terbangun. Aku pun meninggalkannya bergegas pergi ke mushola. Kalau sudah waktunya, pasti Fina akan bangun dengan sendirinya. Setelah aku mengerjakan sholat Subuh aku kembali ke kamar, dan melihat Fina sudah tidak ada di kamar. “Pasti dia sudah kembali ke kamar.” Ucap ku dalam hati. Di sekolah ini aku bukan hanya ingin menuntut ilmu, aku juga ingin meraih prestasi ku. Kini aku sudah siap ke sekolah, tinggal menunggu bus sekolah yang akan menjemput kami.

“Tiiiinnnnnn~Tiinnn..Tiinnn…Tiiinnn~” terdengar bunyi klakson bus sekolah yang akan mengantar kami ke sekolah tercinta.

Aku bersama Fina menuju kelas melewati koridor belakang. Koridor paling aman dari kakak-kakak senior. Sebab, kalau kami melewati koridor depan pasti jalan kami akan di halang-halangi oleh kakak-kakak senior yang sok ganteng itu. Kelas kami memang berada di belakang kelas-kelas yang lain, kelas terakhir yaitu X-G. Suasana kelas sangat ramai karena dihebohkan oleh sebuah poster. Aku mencoba melihat poster tersebut. Wow ! Ada perlombaan olimpiade Matematika yang di selenggarakan oleh sebuah Universitas ternama di kota ku. Sepertinya seru, tapi aku sangat lemah di pelajaran ini. Padahal aku juga ingin melanjutkan jurusan IPA di kelas XI nanti.

“Hey, Ta. Nama mu sudah ku dafrtarkan untuk mengikuti lomba itu.” Ucap Tristan sambil menunjuk poster olimpiade Matematika.

“Apa? Serius? Aku kan tidak pandai di bidang ini.” Ucap ku kaget.

“Apa salahnya kamu mencoba? Siapa tahu kamu bisa menang. Kan bonusnya bisa dibagi-bagi tuh.” Ucap Tristan sambil mengeluarkan ledekannya yang garing itu.

“Bilang aja kamu juga mau mencicipi bonusnya. Haha.” Aku membalas ledekan Tristan.

“Nah, itu kamu tahu.” Tristan dengan senyumannya mengacak-acak rambut ku.

Oke. Sepertinya mulai malam ini aku harus perbanyak belajar Matematika. Karena lomba itu akan diselenggarakan 3 hari lagi. Sore ini aku juga akan mendapat pembelajaran tambahan dari Ibu Sakinah untuk persiapan mengikuti olimpiade itu. Apakah ini merupakan jalan untuk meraih prestasi? Akan ku kejar prestasi itu hingga dapat.

Menurutku, hari ini di kelas X-G banyak mainnya dibanding belajarnya. Karena sebagian guru ada yang absen. Tetapi aku tetap fokus dengan buku Matematika ku. Ini apa ya? Kok hasilnya bisa begini? Pertanyaan demi pertanyaan terungkap dari mulutku. Aku tidak sabar ingin mendapat pembelajaran tambahan dari Ibu Sakinah, karena aku akan menanyakan semua itu kepada Ibu Sakinah. Pembelajaran terakhir pun selesai. Segera aku menuju laboratorium Matematika untuk menemui Ibu Sakinah. Ternyata sedikit sekali peminat yang mengikuti lomba ini. Hanya ada 6 orang, semuanya dari kelas X. Dan ternyata lomba ini di peruntukkan untuk anak-anak kelas X saja. Fiuuh, masih ada kesempatan untuk menggapai prestasi itu. Ibu Sakinah memulai pembelajaran. Dan soal-soal yang membuatku tidak mengerti, menjadi mengerti ketika Ibu Sakinah menjelaskannya. Sepertinya sekarang aku menyukai Matematika.
**
Setelah 2 hari rutin aku mengikuti pembelajaran tambahan, kini aku sangat percaya diri untuk mengikuti olimpiade Matematika. Aku bersama teman-teman lain berangkat dari sekolah menuju Universitas yang mengadakan lomba tersebut. Terlihat Fina menyemangati ku dengan teriakannya yang membuat orang di sebelah nya menutup telinga. Dan aku juga mendapat support dari someone special, siapakah dia? Siapa lagi kalau bukan Tristan, hehe. Aku tidak berharap menang dalam lomba ini, karena ada juga peserta dari sekolah lain yang mengikuti lomba ini.

Kami memasuki ruangan ber-AC yang bertuliskan “Tempat Pelaksaan Lomba”. Ruangan yang sangat besar dan luas. Aku menjadi gugup. Keringat ku bercucuran. Akan tetapi Ibu Sakinah selalu memberi semangat untuk kami agar tidak gugup dan tetap tenang. Waktu mengerjakan soal-soal pun dimulai. Soal yang berjumlah 50 pun siap ku santap. “Soal nya cetar membahana, buu.” Teriak ku dalam hati. Akan tetapi, aku tetap percaya diri dengan jawaban ku. Toh, kalau aku kalah juga tidak apa-apa. Ini juga pengalaman pertama ku mengikuti ajang olimpiade Matematika seperti ini. Waktu pun berlalu tanpa ku sadari. Aku pun telah selesai mengerjakan semua soal itu. Cukup membuat kepala ku pusing sepuluh keliling, hehe lebay ya. Aku pasrah akan hasil lomba itu. Sekarang yang ku lakukan hanyalah berdoa agar hasilnya cukup memuaskan.

Ayah dan Ibu ku sangat senang sekali ketika mengetahui aku mengikuti olimpiade Matematika ini. Karena setahu Ayah ku, aku sangat lemah di bidang ini. Maka dari itu mereka sangat mendukung ku dalam hal ini. Rencananya ketika pengumuman lomba itu, Ayah dan Ibu ku akan datang kesini untuk mengetahui siapa yang menang. Aku sangat senang, akhirnya mereka menjengukku disini.

Aku menceritakan semua pengalaman ku ketika mengikuti lomba kepada Fina dan Tristan.

“Ta, kamu bertemu sama cowok ganteng ga disana?” tanya Fina ingin tahu.

“Mana sempat aku bertemu cowok ganteng. Toh, disana kerjaan ku cuma menghadap buku Matematika doang.” Ucap ku santai.

“Widih, untung aja otak kamu ga meledak.” Tristan mulai meledek lagi.

“Hahahaha.” Aku dan Fina pura-pura tertawa seakan-akan apa yang dibicarakan Tristan sangatlah lucu.

**

Tidak terasa, hari pengumuman perlombaan pun tiba. Ayah dan Ibu sudah datang dari

luar kota. Sekarang aku merasakan keringat dingin yang menyambar tubuhku dan jantung ku

berdegup sangat kencang.

“Baiklah, disini saya akan menyebutkan juara pertama olimpiade Matematika tingkat

SMA. Dan pemenangnya adalah……..”

Tangan ku memegang erat lengan Ibu. Mata ku pun terpenjam.

“Dan yang menjadi juara pertama adalah Novitaria dari SMA N 1..”

WOW ! Apakah aku bermimpi? Nama ku disebut sebagai juara pertama. Kereenn. Aku

pun maju kedepan untuk mendapatkan sertifikat dan bonus. Yippie. Kini aku telah menemukan

prestasiku dan telah meraihnya. Aku tidak akan pernah menyerah untuk meraih prestasi ku di

bidang yang lainnya. SELAMAT VITA J

(Elsa Sinthiya Anggraeni_XG)

Kisah Misteri Pembantu Rumah Tangga

Oleh: Geovanny Reinita Deborah L. (X.B)
Saat itu aku berumur 11 tahun.. Aku melihat di jendela seorang wanita paruh baya turun dari kereta kuda dan membawa beberapa koper besar di depan halaman rumahku dengan berpakaian rapi khas pembantu rumah tangga. Hidungnya panjang seperti nenek sihir, matanya sipit, dan kulitnya yang terlihat kasar jika dipegang. Hmm… mungkin itu adalah kesan pertamaku melihat pembantu itu. Jujur, aku sangat tidak menyukainya sejak awal melihatnya. Dia terlihat seperti nenek sihir. “dia akan menjadi kepala pembantu rumah tangga di rumah kita. Jadi, hormatilah dia, Lea” Katanya ayah saat menghampiriku.

Ketika pembantu rumah tangga itu mulai mengetuk pintu rumah kami, ayah langsung membukakannya dan menyapanya dengan ramah. “selamat datang, Nyonya. Kami harap Anda dapat betah dan senang berada di rumah kami ini.” “ohh..terima kasih atas sambutannya, Tuan Watson. Perkenalkan nama saya Helga Garrett umur 45 tahun. Saya akan mengurus beberapa keperluan dan kegiatan rumah tangga. Jika diperbolehkan, bisakah anda memperkenalkan calon anak buah saya di rumah ini?” pintanya sekaligus memperkenalkan diri. “Tentu, silahkan duduk Nyonya Garrett saya akan memanggilkan pembantu yang lain.” kata Ayah. “Maaf Tuan, bisakah Anda memanggil saya dengan Nyonya Helga saja? Jujur saya agak kurang suka dengan nama itu. Itupun jika Anda tidak keberatran.” balasnya dengan sopan. “Baiklah.” Ayah memanggil para pembantu yang lain dan aku hanya berdiri memandinginya dari kejauhan. Lalu ia tersenyum sendiri seperti akan merencanakan sesuatu…

“Nyonya Helga, perkenalkan laki – laki yang memakai topi ini adalah Thomas, tukang kebun kami. Selanjutnya wanita yang memakai celemek berwarna biru adalah Catherine. Selanjutnya wanita yang memakai celemek berwarna merah muda adalah adiknya Catherine, Anne. Mungkin Anda akan lebih sering berurusan dengan mereka berdua. Dan terakhir wanita yang memakai baju berwarna putih ini adalah Charice. Ia baru beberapa bulan di sini.”

Ahhh Charice adalah perempuan yang sempurna untuk menggantikan Ibu pikirku. Yaa walaupun baru beberapa bulan bekerja, namun ia sudah sangat memahami karakterku. Selalu menemaniku di saat aku kesepian, memberikan susu setiap pagi ketika aku bangun tidur. Dia perempuan baik, tulus, dan pastinya manis. Aku suka dia, namun tak pernah kuutarakan hal ini pada Ayah. Maklum, Ayah sangat sibuk dengan segala urusan bisnisnya sejak Ibu meninggal beberapa tahun yang lalu. Aku, bersama adik – adikku Liz berumur 9 tahun, Johann berumur 7 tahun, dan Joanna berumur 5 tahun selalu memprotes kepada ayah karena tidak ada pengganti Ibu. Karena kami yakin tidak selamanya ibu tiri adalah ibu jahat. Itu adalah teori kuno menurut kami. Namun, ayah hanya menjawab “tunggulah waktunya.”

“kakak, apakah nyonya Helga orang yang menyenangkan?” tanya adikku yang paling bungsu dengan lugunya. “kita lihat saja nanti, Joanna.” jawabku. Tetapi aku yakin bahwa tingkahnya yang sopan itu menyiratkan sebuah pertanda waspada terhadapku dimulai dari senyumannya misterius itu…

Malam harinya, aku terbangun seperti biasa untuk minum air mineral. Aku pun berjalan ke arah dapur namun suatu cahaya dari sana berkilauan. Aku heran dan bingung harus bagaimana, namun kuputuskan untuk membuka pintu dapur yang tak tertutup rapat itu dan mengintip yang terjadi di sana dan terlihat kembali sebuah cahaya yang berkilauaun dua kali lipat lebih terang daripada yang telah kulihat sebelumnya. Di situ ada Nyonya Helga raut wajahnya yang menyeramkan, yang menunjukkan mata yang licik, jahat, dan tersenyum sendiri namun diiringi rasa kebencian yang mendalam. Ekspresi yang sangat mengerikan dari yang pernah kulihat sebelumnya. Dari situ aku tahu bahwa dia bukan perempuan yang baik – baik. Ia persis seperti nenek sihir…

Paginya, aku memutuskan untuk menghindarinya dan menutup mulut dengan kejadian yang telah kulihat semalam. Aku sungguh waspada dengannya, aku takut keluargaku menjadi korbannya. Aku harus sigap dengan segala gerak geriknya yang mencurigakan. Pagi itu aku sangat tidak semangat bersekolah. Kepalaku sakit. Namun Charice selalu menasihati aku bahwa aku harus rajin belajar, tidak sepertinya yang kurang beruntung karena kendala ekonomi, ia terpaksa berhenti sekolah. Charice ingin aku menjadi anak yang berguna suatu saat nanti.

Sarapan tadi pagi sungguh enak, roti sandwich dengan daging asap di dalamnya. “Roti sandwich yang enak, Chaterine.” Pujiku padanya karena ia pintar masak. “Hari ini saya tidak memasak, nona. Nyonya Helga yang memasak ini semua.” Katanya. Aku seketika tersedak, jangan – jangan ia menaruh sesuatu di dalam roti sandwich ini pikirku. Selama sehari aku tidak makan. Semua masakan yang Nyonya Helga masak aku tolak, aku hanya ingin Catherine dan Anne yang memasak. Namun nyonya Helga bersikeras untuk selalu memasak masakan selama sehari penuh. Kutahan laparku, karena aku sangat curiga padanya.

Dikamar, aku sendiri sambil menahan lapar. Kemudian seseorang mengetuk pintu dan membuka pintu kamarku, aku terkejut bahwa yang datang adalah Nyonya Helga dengan membawa nampan berisi makanan. “Makanlah nona, kau pasti sangat lapar. Dari pulang sekolah samapi mala mini kau belum makan. Ayo, makanlah saya membuatkan Anda sup kacang hangat dengan beberapa potongan jamur di dalamnya. Ini pasti sangat enak. Sup ini adalah makanan favorit keluarga saya.” katanya. “tidak, saya sedang menjalani program diet.” Kataku menolaknya walaupun sebenarnya sup itu mempunyai aroma yang sangat enak. Nyonya Helga tersenyum kepadaku, ”kau masih anak – anak, tidak baik untuk pertumbuhanmu jika umur sepertimu melakukan diet. Ayo makanlah, jangan menolak lagipula sup ini rendah kalori.” Jawabnya mantap. Karena tak sanggup menahan lapar ditambah sakit perut, aku pun memakannya dengan lahap. Ini sangat enak. Tetapi untuk kedua kalinya aku melihatnya memperhatikanku dengan senyum misterius. Dan setelah semuanya habis, tiba – tiba kepalaku berputar – putar dan mataku menjadi gelap, gelap, dan terlihat Nyonya Helga tersenyum aneh kepadaku untuk ketiga kalinya.

Aku terbangun dan jarum jam menunjukan pukul 06.00 pagi, kepalaku masih pusing. Entah apa yang terjadi, aku hampir lupa dengan kejadian semalam. Kubuka pintu dan kudapati Joanna sedang bermain dengan Nyonya Helga. Ia menatapku dengan muka sinis, dan akupun tak menggurisnya. Aku hanya ingin ia keluar dari rumahku. Aku harus memberitahukan hal ini pada ayah. Namun sayangnya aku mendapat telegram dari ayah bahwa ayah akan pergi ke luar kota selama 2 bulan. Aku bingung, namun masih ada Charice yang selalu menemaniku saat aku sedang kesepian seperti ini. Tetapi kuputuskan untuk menundanya mengingat aku sudah terlambat ke sekolah.

Sore harinya terjadi suatu yang mengejutkan, adikku Liz lengannya patah dan harus dirawat di rumah sakit. Ketika aku bertanya apa yang menyebabkan tangannya patah, ia tak mau berbicara sama sekali. Ia membungkam mulutnya dengan rapat sambil ketakutan melihat nyonya Helga yang terlihat prihatin dengan kondisi lengannya itu. Aku mulai yakin bahwa dia yang membuat Liz menjadi patah lengannya. Aku ingin menceritakan kejadian itu pada Charice, namun nyonya Helga sepertinya sudah mengetahui tindakan yang lakukan sehingga ia selalu mengawasi aku dari kejauhan. Ini membuatku tidak nyaman. Matanya mengisyaratkan kelicikan dan kejahatan. Malam itu aku memutuskan untuk menginap menemani Liz di rumah sakit bersama Charice. Aku merasa aman tanpa ada nyonya Helga. Namun rasa khawatirku belum mereda, Johann dan Joanna masih dalam tangannya. Aku sangat berharap pada Catherine dan Anne untuk menjaga mereka berdua.

Di rumah sakit ia bertanya padaku, “Nona Lea, akhir – akhir ini kau terlihat berbeda. Apa yang menyebabkanmu seperti itu?” aku pun menceritakan semua yang terjadi semenjak kedatangan nyonya Helga. Ia pun tersenyum mendengar aku menceritakan itu, “Nona Lea, itu hanya perasaanmu saja. Ia sebenarnya sungguh baik dan professional. Saya pun ttertarik untuk belajar banyak hal tentang dia. Percayalah, itu hanya perasaanmu saja. Apakah Anda memberitahukan kejadian Liz kepada Ayahmu? Saya harap jangan dulu, ayahmu pasti langsung terkejut dan sedih mendengar itu. Itu tak baik untuknya” jelas Charice dengan nada lembut. “Saya yakin, Charice. Nyonya Helga itu jahat….” Namun sebelum aku selesai berbicara, ia mengajakku untuk tidur karena besok aku harus sekolah. Aku pun menurutinya.

Esoknya aku pulang bersama Charice dan terkejutnya aku melihat 3 buah mobil polisi sedang berpatroli di halaman rumahku. Aku melihat beberapa orang polisi mengangkat tandu berisi seorang jenazah yang telah ditutup dengan kain putih. Sejenak aku melihat reaksi Charice yang membeku tak dapat mengatakan apa – apa. Aku dan Charice akhirnya menanyakan hal itu pada seorang polisi. “Terjadi pembunuhan malam tadi di kediaman ini, namun pembunuhan ini sungguh tak wajar, semua korbannya meninggal dengan tubuh yang dicakar – cakar oleh sesuatu yang sangat tajam hingga korban kehabisan darah. Korban – korban itu adalah pembantu rumah tangga di rumah ini.” Jelas polsi itu. “siapa saja yang menjadi korban dalm pembunuhan ini?” tanya Charice. Sang polisi melihat surat keterangan dan, “Korban pertama adalah Thomas Henriett, korban kedua adalah Catherine McMercury dan yang terakhir adalah Anne McMercury. Untuk sementara belum ditemukan pelakunya. Namun dari kesaksian nyonya Helga Garrett satu – satunya pembantu rumah tangga yang tersisa bahwa ad seorang laki – laki yang berlari dengan terbirit – birit setelah kejadian itu.” Kata polisi itu. Aku dan Charice terkejut bukan kepalang. Aku langsung memastikan bahwa adik – adikku dalam keadaan selamat. Ternyata kutemukan mereka dengan tak bernyawa di tempat tidur. Pulas sekali. Aku langsung memanggil polisi bahwa adik – adikku pun meninggal. Aku lemas, berteriak sambil menangis di pelukan Charice yang begitu sakit melihat kejadian ini. Sungguh bodoh aku ini, aku tak dapat melindungi adik – adikku sendiri aku sungguh egois dengan meninggalkan mereka di tengah kandang singa. Aku sangat tertekan dan kuputuskan untuk menghubungi ayah agar ia pulang. Ayah akan pulang sore nanti katanya.

Namun aku tak melihat nyonya Helga di sana. Ia tidak kelihatan sejak aku tiba di rumah. Aku mencarinya kemana – mana tempat tetapi ia tak ada. Aku benar – benar optimis bahwa orang yang bertanggung jawab atas semuanya ini adalah nyonya Helga. Aku langsung menuju rumah sakit bersama Charice untuk memastikan bahwa Liz baik – baik saja. Aku cemas Nyonya Helga akan membunuh Liz juga. Ternyata dugaanku benar, Liz sudah terbujur kaku dengan muka yang biru lebam karena kurang oksigen. Aku benar – benar kalap. Aku begitu marah pada Helga. Ia merengut semua yang kumiliki dengan beberapa minggu saja. Namun sekali lagi, Helga tak ditemukan…

Sore hari Ayah pulang dengan wajah yang kusut dan sendu. Batinnya tertekan dengan semua yang telah terjadi. Ketiga anaknya dan ketiga pembantunya meninggal dengan cara yang tragis dan hingga kini pelaku belum ditemukan. Ia berjanji untuk selalu melindungiku karena aku adalah satu – satunya anak yang tersisa.

Pada saat makan malam, Helga datang dengan membawa makanan yang telah dimasaknya. “Halo, semuanya! Menu makanan malam ini adalah ayam panggang saus tar – tar.” katanya dengan riang. Raut wajahnya sangat gembira, kontras sekali dengan suasana yang sedang berduka. Aku sangat membencinya. Ya membencinya!

Malam harinya, sepasang tangan mencekik leherku

Kenali Tipe Belajarmu ?

Tipe belajar adalah cara belajar yang digunakan seseorang berdasarkan kepribadian individu. Setiap individu memiliki tipe belajar yang berdeda-beda. Nah, apakah kalian sudah tahu bagaimana cara belajar kalian? Yuk kita tes!!

1. Apabila guru sedang mengajar dan kamu sedang memperhatikan, lalu ada teman mu yang mengajak berbicara. Apa yang akan kamu lakukan?
a. Menaruh telunjuk di bibir sambil berucap “sssttt”
b. Menanggapinya berbicara dan tidak memperdulikan guru
c. Menasihatinya kalau saat itu guru sedang menjelaskan

2. Saat jam pelajaran, guru mu ada urusan yang mengharuskan untuk keluar kelas. Namun, guru tersebut memberikan tugas. Apa yang akan kamu lakukan ?
a. Mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh
b. Mengerjakan tugas sambil mencontek tugas miilik teman
c. Bermain dan ribut di kelas tanpa mengerjakan tugas

3. Guru mu memberikan PR untuk dikerjakan dirumah. Apa yang kamu lakukan?
a. Mengerjakan PR sendiri di rumah dengan sungguh-sungguh
b. Mengerjakan PR dengan teman lain sambil berdiskusi
c. Mengerjakan PR di sekolah dan mencontek PR milik teman

4. Apabila guru mu mengatakan bahwa akan ada ulangan untuk pertemuan selanjutnya. Apa yang akan kamu lakukan?
a. Belajar jauh-jauh hari, dan memahami materi dengan sungguh-sungguh
b. Belajar satu hari sebelum ulangan diadakan
c. Tidak belajar sama sekali

Skor :
1. a=2 b=1 c=3; 2. a=3 b=2 c=1; 3. a=3 b=2 c=1; 4. a=3 b=2 c=1.
Sekarang, hitung skormu! Kalau jumlahnya..........
5 – 7 = Tipe Belajar Lambat
Kamu termasuk kedalam orang yang memiliki tipe belajar lambat. Yaitu, dengan kepribadian yang agak buruk, maka cara belajar yang kamu lakukan harus lebih ekstra. Karena, untuk memahami suatu materi kamu mebutuhkan waktu yang cukup lama.

8 – 10 = Tipe Belajar Sedang
Kamu termasuk dalam tipe belajar yang agak lumayan. Kamu sebenarnya memiliki kemauan untuk belajar, namun adakala kamu juga malas untuk belajar. Nah, kamu hanya perlu memotivasi diri agar belajar dengan lebih sungguh-sungguh, agar materi pelajaran dapat kamu pahami dalam waktu yang cukup singkat.

11 – 13 = Tipe Belajar Cepat
Nah, kamu adalah orang yang memiliki cara belajar sangat baik. Kamu dapat memahami materi pelajaran dengan waktu yang sangat singkat dan mengingatnya dalam waktu yang cukup lama. Kamu hanya perlu meningkatkan frekuensi belajar mu, agar materi-materi yang ada dapat semakin kamu pahami.

Sabtu, 01 Juni 2013

Website SMANSA Telah Online

Pengumuman kepada seluruh masyarakat di mana pun berada. Website Resmi SMA Negeri 1 Sungailiat telah online. Anda dapat mengaksesnya melalui url: www.sman1slt.sch.id. Pengumuman ini bisa disebarluaskan. Terima kasih.